Saturday, September 15, 2012

skripsi


Skripsi
RESPON TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp)
YANG DITANAM  SECARA HIDROPONIK TERHADAP SALINITAS


OLEH
ERWIN DWIANTO
0802406016










PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2012


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia terdapat 39,42 juta hektar rawa. Sebagian besar dari rawa tersebut merupakan rawa pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Direktorat Bina Tehnik Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1997). Apabila suatu saat rawa yang dipengaruhi intrusi atau pasang surut air laut tersebut digunakan untuk lahan pertanian, maka masalah salinitas harus diatasi. Salah satu usaha menanggulangi masalah lahan salin adalah, dengan menanam tanaman yang toleran pada kondisi salin.
Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yang paling nyata adalah adaptasi morfologi. Pada tanaman yang toleransi terhadap salin, NaCl ditimbun dalam vakuola sel daun. Di dalam sitoplasma dan organela konsentrasi garam tetap rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas enzim dan metabolisme (Epstein, 2001). Tanaman yang toleran terhadap kondisi salin juga mampu mencapai keseimbangan termodinamik tanpa terjadi kerusakan jaringan berarti, karena tanaman dapat menyesuaikan tekanan osmotik selnya untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Menurut  Levitt (1989), pemberian larutan salinitas ringan (konsentrasi rendah) pada tahap awal pertumbuhan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap salinitas berat.
Tanaman yang kurang atau tidak toleran terhadap salinitas mengalami perubahan ultra sel, yaitu pembengkakan mitokondria dan badan golgi, peningkatan jumlah reticulum endoplasmic, dan kerusakan kloroplast. Disamping itu tanaman akan mengalami perubahan aktivitas metabolisme, meliputi penurunan laju fotosintesis, peningkatan laju respirasi, perubahan susunan asam amino, serta penurunan kadar gula dan pati didalam jaringan tanaman. Peningkatan konsentrasi garam terlarut dalam tanah akan meningkatkan tekanan osmotik larutan tanah, akibatnya jumlah air yang masuk ke dalam akar tanaman akan berkurang atau jumlah air yang tersedia menipis.
Salah satu tanaman yang dapat dipoduksi dengan cepat adalah tanaman bayam yang dibudidayakan secara hidroponik, karena tanaman bayam termasuk jenis yang memiliki toleransi baik terhadap lingkungan berumur pendek, dan mempunyai perakaran yang relatif dangkal. Selain itu tanaman ini mengandung banyak nutrisi yang diperlukan oleh masyarakat (Soediyanto dan Warsito, 1991).
Pada sistem hidroponik, kebutuhan nutrisi diberikan bersamaan dengan irigasi atau dikenal dengan istilah fertigasi.  Pada fertigasi penggunaan pupuk dapat diatur dalam jumlah dan konsentrasi yang sesuai dengan kebutuhan tanaman selama musim pertumbuhan tanaman untuk memperoleh hasil yang optimal dengan kualitas baik (Hermanto, 2003). Pengaturan fertigasi yang ditekankan pada cara pemberian larutan hara perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pupuk pada budidaya sayuran secara  hidroponik. Salah satu sistem budidaya secara hidroponik tanaman (sayuran) dengan cara menanam tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam, sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi (Hartus, T. 2007).
Rumusan Masalah
Identifikasi masalah yang dapat dikemukakan dari uraian pada latar belakang adalah : Bagaimanakah respon tanaman bayam (Amaranthus sp) yang ditanam secara hidroponik terhadap salinitas?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana respon tanaman bayam (Amaranthus sp.) yang ditanam secara hidroponik terhadap salinitas.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna dalam memberikan sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang agronomi dan juga agar hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan landasan dan bahan pertimbangan bagi petani atau instansi pemerintah yang terkait dalam usaha meningkatkan hasil tanaman bayam.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salinitas
Salinitas adalah keadaan dengan kadar konsentrasi garam yang berlebihan, sehingga menekan pertumbuhan tanaman. Penekanan ini lebih disebabkan oleh konsentrasi total garam terlarut, bukan pengaruh garam tertentu. Macam garam hanya berpengaruh kecil terhadap pertumbuhan tanaman (Syamsuardi, 1992 ) Tumbuhan umumnya melakukan osmoregulasi untuk mengatasi cekaman air pada lingkungan salin. Osmoregulasi adalah upaya tumbuhan untuk menjaga turgor sel dengan mengakumulasi solut yang memiliki berat molekul rendah atau nilai osmotik tinggi (Firdaus, L.N,dkk. 2006), sedangkan menurut hasil penelitian Kusmiyati et al. (2002) menunjukkan pengelolaan tanah salin dengan pertambahan luas daun, serta laju  pertumbuhan daun berbanding linier dan terbalik (negatif) dengan kenaikan salinitas.
Irwan, A.W. (2000) menyatakan pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur tanaman yaitu antara lain lebih kecilnya ukuran daun. Penyerapan hara dan air yang berkurang akan menghambat laju fotosintesis yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan tanaman.
Natrium klorida (NaCl), juga dikenali dengan garam biasa, garam makan atau halit, adalah satu sebatian kimia yang menyebabkan kemasinan laut dan juga cecair dalaman dalam organisma multisel. Sebagai bahan utama dalam garam makan, ia biasanya digunakan sebagai pengawet makanan, contohnya ikan asin, dan lain-lain.
Natrium nitrat banyak terdapat di Chili, karena itu senyawa ini dinamakan senyawa chili. Sifatnya higroskopis sehingga untuk berbagai keperluan natrium nitrat yang lebih mudah itu diubah menjadi kalium nitrat. Produksi berbagai garam dari sumbernya bergantung pada prinsip kristalisasi selektif (Annonim. 2010).
Natrium klorida juga dikenal dengan garam dapur atau halit adalah senyawa kimia dengan unsur kimia NaCl. Senyawa ini adalah garam yang mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstrakulikuler pada banyak organisme multiseluler. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan (Anonim, 2010).
Natrium Klorida (NaCl) ini mempunyai peran dalam pertumbuhan karena NaCl ini jika terurai maka akan menghasilkan Na+ dan Cl-. Unsur Natrium (Na) itu mempunyai fungsi yang sama seperti unsur Kalium (K) sehingga dapat menggantikan fungsi dari Kalium (K) dalam mengaktifkan hormon-hormon pertumbuhan (Bernstein dan Hayward, 1999).
Pengaruh Natrium Klorida atau garam ini pada pertumbuhan tanaman berhubungan dengan “ Water deficit” yang disebabkan oleh “Osmotic inhibition” atau oleh ion-ion spesifik yang meracuni secara tidak langsung dan terjadi ketidakseimbangan pada tanaman sehingga akan mengekibatkan penyerapan ion-ion menjadi tidak baik. Tetapi pemberian Natrium Klorida (NaCl) dengan konsentrasi yang rendah dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Stuiver, et al (1981) yang menyatakan Na+ dapat menggantikan peran K+ dalam tanaman (Bernstein dan Hayward, 1999).
Karakteristik Lingkungan Salin
Firdaus, L.N,dkk. (2006) menyatakan bahwa lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air asin lebih dari tiga bulan dalam setahun dengan kandungan Na dalam larutan tanah > 8 %. Menurut Bernstein dalam Suwarno (1985) tanah salin adalah tanah yang mengandung garam-garam yang dapat larut lebih dari 0.1 % atau berdaya hantar listrik lebih dari 4 mmhos/cm atau sekitar 2 560 ppm. Menurut Notohadiprawiro (1998) daya tanah menghantarkan listrik (electric conductivity ) dapat digunakan untuk menaksir kadar garam terlarut tanah. Nilai electric conductivity  dinyatakan dengan satuan mS/cm. Bernstein and H. E. Hayward.  (1999) mengklasifikasikan tanah berkadar garam kedalam lima kelas yaitu kelas bebas garam (0-2 mS/cm), agak bergaram (2-4 mS/cm), bergaram cukup (4-8 mS/cm), bergaram agak banyak (8-15 mS/cm) dan bergaram banyak (>15 mS/cm). 
Menurut Pardosi (1998), pada umumnya salah satu penyebab salinitas di Indonesia ialah pasang surut air laut yang menimpa daerah pantai dan adanya instrusi (perembesan) air laut terutama di dataran rendah dan di daerah pesisir. Sugiyarto, Kristian. H.( 2003), menyatakan bahwa pada wilayah kering, lahan yang berdrainase buruk dan evaporasi yang lebih tinggi dari pada jumlah hujan akan menyebabkan garam-garam yang dapat larut dan Na yang dapat ditukar terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar untuk mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat terjadi apabila letak air tanah berada pada tingkat yang tinggi atau dekat permukaan tanah. 
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi, (1999) evaporasi selama musim kering membawa garam ke permukaan tanah dan terakumulasi pada wilayah tersebut sebagai garam biasa atau berupa kerak, sehingga mencegah pertumbuhan tanaman pada umumnya kecuali halophyta. Djazuli, Muhamad. (2010) menyatakan bahwa senyawa garam yang dominan pada tanah salin di daerah pantai adalah Natrium Klorida (NaCl).
Cekaman Salinitas
Menurut Suwarno (1999) pengaruh salinitas terhadap tanaman mencakup tiga aspek yaitu : mempengaruhi tekanan osmosa, keseimbangan hara, dan pengaruh racun. Disamping itu, NaCl dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah dan selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. 
Berkurangnya laju dan kualitas pertumbuhan tanaman pada kondisi salin dapat disebabkan karena menurunnya potensial air dari substrat tempat tumbuh, meningkatnya penyerapan Na dan Cl, atau keduanya (Soepardi, G., 1999). Tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan tanah bergaram akan terkena resiko stress karena tanaman-tanaman tersebut harus mempertahankan potensial internal osmotik yang lebih rendah dalam rangka untuk mencegah pergerakan air akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman mungkin akan menyerap ion untuk mempertahankan potensial osmotik internal yang rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).  Anonim, (2010) menambahkan bahwa salinitas tanah akan menghambat pembentukan akar-akar baru, penurunan permeabilitas akar terhadap air sehingga akar tanaman mengalami kesukaran dalam menyerap air karena tingginya tekanan osmosis larutan tanah.
Irwan,  A.W.  (2000) menyatakan ion seperti Natrium dan Klorida, yang lazim terdapat pada tanah bergaram dapat merusak organel sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, serta menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion. Levitt (1980) menyatakan bahwa keracunan Na maupun Cl dapat ditandai dengan mengeringnya tepi bagian ujung daun. Gejala tersebut sangat sulit dibedakan dengan gejala kekeringan.
Tanah salin dapat juga menyebabkan ketidakseimbangan ketersediaan hara bagi tanaman, hal ini disebabkan karena kadar hara tertentu tersedia dalam jumlah yang tinggi dan dapat menekan ketersediaan unsur hara lainnya. Disamping itu adanya bahaya keracunan dari Na, Cl dan ion-ion lainnya (Shannon, M.C., 1999).
Toleransi Tanaman terhadap Salinitas
Tanaman sampai batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang tinggi akibat tingginya kandungan garam dalam tanah. Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai cara diantaranya kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah salin, produksi yang dihasilkan pada tanah salin, persentase penurunan hasil setiap unit peningkatan salinitas tanah (Shannon, M.C., 1999).
Tanaman dapat menghindari terjadinya ketidakseimbangan hara atau keracunan dengan empat cara yaitu: eksklusi, ekskresi, sekresi dan dilusi. Eksklusi terjadi secara pasif dengan adanya dinding sel yang tidak permeable terhadap ion-ion dari garam tersebut. Ekskresi dan sekresi merupakan pemompaan ion secara aktif masing-masing ke luar tanaman dan ke dalam vakuola. Dilusi dapat terjadi dengan adanya pertumbuhan yang cepat. Hal ini disimpulkan dari hasil analisis bahwa bagian yang tumbuh cepat mengandung Na dan Cl lebih rendah dari bagian yang tumbuh lambat (Levitt, 1980).
Menururt Levitt (1980) tanaman dapat toleran terhadap NaCl karena mempunyai kemampuan menahan pengaruh racun dari NaCl dan ketidakseimbangan hara. Toleransi terhadap defisiensi K dapat dimiliki tanaman yang mampu memanfaatkan Na untuk menggantikan sebagian K yang dibutuhkan. Kusmiyati et al. 2002 menambahkan bahwa toleransi pada garam nampaknya berhubungan dengan ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion Na+ dan Cl- ke pucuk.
Mekanisme morfologi tanaman terhadap ketahanan salinitas dapat dilihat dari ukuran daun lebih kecil, jumlah stomata lebih sedikit, berkurangnya diferensiasi dan perkembangan jaringan pembuluh. Mekanisme fisiologis adalah kemampuan tanaman menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik yang mencakup penyerapan maupun akumulasi ion-ion dan sintesis senyawa organik, mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transport membran, dan ketahanan relatif membran dalam mengatur transfer ion dan solut lainnya dari sitoplasma dan vakuola serta organel lainnya (Botella  M.  A.,  2000).
Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata bahasa Yunani hydro yang berarti air dan ponos yang berarti bekerja. Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam praktiknya hidroponik dilakukan dengan berbagai metode, tergantung media yang digunakan. Adapun metode yang digunakan dalam hidroponik, antara lain metode kultur air (menggunakan media air), metode kultur pasir (menggunakan media pasir), dan metode porus (menggunakan media kerikil, pecahan batu bata, dan lain-lain). Metode yang tergolong berhasil dan mudah diterapkan adalah metode pasir, (Falah, M. A. F. 2006).
Pada umumnya orang bertanam dengan menggunakan tanah. Namun, dalam hidroponik tidak lagi digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber hara bagi tanaman.  Bahan dasar yang dibutuhkan tanaman adalah air, mineral, cahaya, dan CO2. Cahaya telah terpenuhi oleh cahaya matahari. Demikian pula CO2 sudah cukup melimpah di udara. Sementara itu kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem hidroponik, artinya keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama, (Sutiyoso, Y. 2003).  Beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponik antara lain :
1. Ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida atau obat hama yang dapat merusak tanah, menggunakan air hanya 1/20 dari tanaman biasa, dan mengurangi CO2 karena tidak perlu menggunakan kendaraan atau mesin.
2.  Bisa memeriksa akar tanaman secara periodik untuk memastikan pertumbuhannya.
3.  Pemakaian air lebih efisien karena penyiraman air tidak perlu dilakukan setiap hari sebab media larutan mineral yang dipergunakan selalu tertampung di dalam wadah yang dipakai.
4.  Hasil tanaman bisa dimakan secara keseluruhan termasuk akar karena terbebas dari kotoran dan hama.
5.  Lebih hemat karena tidak perlu menyiramkan air setiap hari, tidak membutuhkan lahan yang banyak, media tanam dapat dibuat secara bertingkat.
6.  Bisa menghemat pemakaian pupuk tanaman
7.  Tidak perlu banyak tenaga kerja.
8.  Dapat ditanam kapan saja karena tidak mengenal musim.
Teknik Hidroponik
Terdapat dua teknik utama dalam cara bercocok tanam hidroponik.  Yang pertama menggunakan larutan dan satunya menggunakan media.  Metode yang menggunakan larutan tidak membutuhkan media keras untuk pertumbuhan akar, hanya cukup dengan larutan mineral bernutrisi.  Contoh cara dalam teknik larutan yang umum dipakai adalah teknik larutan statis dan teknik larutan alir.  Sedangkan untuk media adalah tergantung dari jenis media yang dipergunakan, bisa berupa sabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu, dan lain-lain sebagai pengganti media tanah.  Berikut uraian beberapa teknik hidroponik yang sering dipakai yakni :
1. Teknik Larutan Statis
Teknik ini telah lama dikenal, yaitu sejak pertengahan abad ke-15 oleh bangsa Aztec.  Dalam teknik ini, tanaman disemai pada media tertentu bisa berupa ember plastik, baskom, bak semen, atau tangki.  Larutan biasanya dialirkan secara pelan-pelan atau tidak perlu dialirkan.  Jika tidak dialirkan, maka ketinggian larutan dijaga serendah mungkin sehingga akar tanaman berada di atas larutan, dan dengan demikian tanaman akan cukup memperoleh oksigen.  Terdapat lubang untuk setiap tanaman.  Untuk menghasilkan gelembung oksigen dalam larutan, bisa menggunakan pompa aquarium.  Larutan bisa diganti secara teratur, misalnya setiap minggu, atau  apabila larutan turun dibawah ketinggian tertentu bisa diisi kembali dengan air atau larutan bernutrisi yang baru.
2. Teknik Larutan Alir
Suatu cara bertanam hidroponik yang dilakukan dengan mengalirkan teus menerus larutan nitrisi dari tangki besar melewati akar tanaman.  Teknik ini lebih mudah untuk pengaturan karena suhu dan larutan bernutrisi dapat diatur dari tangki besar yang bisa dipakai untuk ribuan tanaman.  Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam cara teknik larutan alir ini adalah teknik lapisan nitrisi (nutrient film technique) atau dikenal sebagai NFT (Ridho’ah, M. dan N. R. Hidayati. 2005).
3. Teknik Agregat Media
Teknik ini menggunakan media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam, batu bata, dan media lainnya yang disterilkan terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk mencegah adanya bakteri di media. Pemberian nutrisi dilakukan dengan teknik mengairi media tersebut dengan pipa dari air larutan bernutrisi yang ditampung dalam tangki atau tong besar.
Larutan Nutrisi
Dalam sistem hidroponik pemberian unsur hara sangat penting karena dalam medianya tidak terkandung zat hara yang dibutuhkan tanaman. Berbeda dengan penanaman di tanah.  Tanah sendiri telah mengandung zat hara sehingga pemupukan hanya bersifat tambahan. Jadi, pemberian nitrien untuk tanaman hidroponik harus sesuai jumlah dan macamnya serta diberikan secara kontinu (Prihmantoro, 1999).
Menurut Untung (2000) bahwa bahan baku pupuk harus mempunyai daya larut yang bagus sekali, tidak ada endapan bila bahan dilarutkan dalam air.  Hartus (2007) menyatakan bahwa larutan nutrisi harus memenuhi persyaratan :
1.  Mengandung 14 unsur hara essensial.
2.  Konsentrasi dan dosis nutrisi tepat untuk setiap jenis tanaman.
3. pH larutan tepat dan volume yang disiramkan sesuai dengan tahap pertumbuhan (kebutuhan tanaman).
Disebut essensial karena mutlak diperlukan.  Unsur hara essensial dapat dikelompokkan menjadi hara makro dan hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak.  Sementara unsur hara mikro merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil.  Tanpa kehadiran unsur hara makro dan mikro yang cukup maka tanaman akan memperlihatkan gejala defisiensi dan bentuknya berubah dari biasanya atau disebut malforasi (Sutiyoso, 2004).
Larutan nutrisi sebagai sumber pasokan air dan mineral nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi dan suhu.  Larutan nutrisi ini dibagi dua, yaitu unsur makro (C,H,O,N,P,S,K,Ca dan Mg) dan mikro (B,Cl,Cu,Fe,Mn,Mo, dan Zn).  Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan electrial conductivity (EC) larutan tersebut (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Selain EC dan konsentrasi larutan nutrisi, suhu dan pH merupakan komponen yang sering dikontrol untuk dipertahankan pada tingkat tertentu untuk optimalisasi tanaman.  Suhu dan pH larutan nutrisi dikontrol dengan tujuan agar perubahan yang terjadi oleh penyerapan air dan ion nutrisi tanaman (terutama dalam hidroponik dengan sistem yang tertutup) dapat dipertahankan (Susila, 2006).
Suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi pada larutan nutrisi dapat menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan ion nutrisi, untuk tanaman sayuran suhu optimal antara 5-150C dan tanaman buah antara 15-250C.  Beberapa tanaman sayuran dan buah dipertahankan mempunyai tingkat pH dan EC tertentu yang optimal (Lingga, 2000).
Tanaman Bayam
Sistematika Tanaman Bayam
Bayam merupakan tanaman ekonomis yang mempunyai keunggulan komparatif, antara lain tidak terlalu banyak gangguan hama penyakit maupun kondisi lingkungan yang sub optimal karena tanaman bayam cukup responsif menerima masukan yang relatif seadanya.  Selain itu tanaman bayam mengandung banyak nutrisi yang diperlukan oleh masyarakat.  Keluarga bayam-bayaman (Amaranthaceae) terdiri dari banyak spesies.  Klasifikasi tanaman bayam secara umum menurut Hidayat, E.B. 2000 adalah sebagai berikut :
Kingdom              : Plantae
Divisio                  : Spermatophyta
Sub – division      : Angiospermae
Class                     : Dicotyledonae
Ordo                     : Amaranthales
Family                  : Amaranthaceae
Genus                   : Amarnthus
Spesies                 : Amaranthus sp.
Bentuk tanaman bayam adalah terma (perdu), tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 – 2 m, berumur semusim atau lebih. System perakaran menyebar dangkal pada kedalaman antara 20 – 40 cm dan berakar tunggang (Prawiranata,  W.,  S.  Harran,  dan  P. Tjondronegoro.  1995.)
Batang tanaman bayam kecil berbentuk bulat, lunak, dan berair. Batang tumbuh tegak bisa mencapai satu meter dan percabangannya monopodial. Batangnya ada yang berwarna merah dan berwarna hijau (Firdaus, L.N,dkk. 2006).
Daun tanaman bayam adalah daun tunggal. Berwarna kehijauhan, bentuk bundar telur memanjang (ovalis). Panjang daun 1,5 sampai 6,0 cm. lebar daun 0,5 sampai 3,2 cm. ujung daun obtusus (tumpul). Tangkai daun berbentuk bulat dan permukaannya opacus (suram) (Firdaus, L.N,dkk. 2006).
Merupakan bunga berkelamin tunggal, yang berwarna hijau. Setiap bunga memiliki 5 mahkota, panjangnya 1,5 – 2,5 mm. kumpulan bunga berbentuk bulir untuk bunga jantan (Prawiranata, W.,  S.  Harran,  dan  P. Tjondronegoro.  1995.).  Tanaman bayam biasanya diperbanyak dengan biji dan sangat toleran terhadap kekeringan.  Umur pascapanen bayam relatif singkat karena daunnya lembut dan cepat layu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Syarat Tumbuh
Tanaman bayam cocok ditanam baik di dataran tinggi maupun didataran rendah dengan curah hujan bisa mencapai lebih dari 1.500 mm / tahun.  Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayam cukup besar. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 16 - 20 derajat C.  Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam antara 40 - 60% (Mangun,  H.M.S.  2005).  Tanaman bayam dapat tumbuh didataran rendah maupun didataran tinggi dengan ketinggian tempat yang baik yaitu ±2000 m dpl (Kardinan, A. dan L. Mauludi. 2004)
Kandungan Gizi Tanaman Bayam
Tanaman bayam merupakan sayuran penting dan banyak digemari masyarakat, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Setiap 100 gram bahan tanaman yang dapat dikonsumsi terkandung protein 3,5g, lemak 0,5g, serta calsium, fosfor, besi dan kalium masing-masing sebesar 267, 67, 3,9, dan 411 mg. Sedangkan kandungan vitamin antara lain vitamin A 6100 Iu, vitamin C 80 mg, thiamin 0,08 mg, dan riboflavin 0,16 mg (Watt dan Merill dalam National Academic Press ,1994).
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama
Serangga ulat daun (Spodoptera Plusia Hymenia) Gejala: daun berlubang-lubang. Pengendalian: pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman. Serangga kutu daun (Myzus persicae Thrips sp.) Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman. Serangga tungau (Polyphagotarsonemus latus) Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman. Serangga lalat (Liriomyza sp.) Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman, (Mangun,  H.M.S.  2005).
Penyakit
Rebah kecambah, penyebab: cendawan Phytium sp. Gejala: menginfeksi batang daun. Pengendalian: Fungisida. Busuk basah, penyebab: cendawan Rhizoctonia sp. Gejala: adanya bercak - bercak putih. Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit rebah kecambah. Karat putih, penyebab: cendawan Choanephora sp. Gejala: menginfeksi batang daun dan daunnya. Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit rebah kecambah, (Kardinan, A. dan L. Mauludi. 2004).
Kerangka Pemikiran
Kebutuhan sayuran bayam terus meningkat dari tahun ke tahun sementara areal untuk pertanaman sayuran semakin sempit hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia sebagian besar merupakan daerah rawa. Sebagian besar dari rawa tersebut merupakan rawa pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut maka masalah salinitas harus diatasi. Salah satu usaha menanggulangi masalah tersebut adalah dengan melakukan intensifikasi lahan dan juga menanam tanaman yang toleran pada kondisi salin.
Kebutuhan sayuran bayam meningkat di masyarakat
Dalam penelitian ini adapun jenis tanaman yang digunakan yakni tanaman bayam yang dibudidayakan secara hidroponik, karena Tanaman tersebut termasuk jenis yang memiliki toleransi baik terhadap lingkungan berumur pendek, dan mempunyai perakaran yang relatif dangkal.  Dalam budidaya secara hidroponik, tanaman mendapatkan unsur hara atau nutrisi dari larutan yang disiramkan pada media tanam. Dengan demikian tanaman tetap mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhannya. 

Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, maka dapatlah dibuat suatu hipotesis yang berfungsi sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu Tingginya konsentrasi kadar garam akan memberikan pengaruh negatif terhadap respon tanaman bayam (Amaranthus sp) yang ditanam secara hidroponik.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Balaikembang, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai Juli 2012.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini benih bayam, air, garam dapur (NaCl), pupuk cair.  Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah nampan (tempat penyemaian), box gabus, gelas aqua, timbangan, pompa gelembung aquarium, selang, pinset, mistar dan alat tulis-menulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 12 unit percobaan dan setiap perlakuan terdiri dari  2 unit tanaman, dengan konsentrasi larutan NaCl sebagai berikut:
P0 : Kontrol (tanpa perlakuan NaCl)
P1 : 1,25 gr/l
P2 : 2,50 gr/l
P3:  3,75 gr/l
Dengan model matematik sebagai berikut :
Yij = µ + τi + ϵ ij
Dimana:
Yij          =   hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ       =   rata-rata umum
Ï„i            =   penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh pengaruh  perlakuan ke-i
ϵ ij      =   pengaruh acak yang masuk ke dalam percobaan.
Data yang diperoleh dianalisis secara stastistik dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji beda nilai tengah dengan BNJ/Uji Tukey.


No comments:

Post a Comment