Tuesday, January 14, 2014

Pemanfaatan Limbah Biomassa Cangkang Kakao Sebagai Sumber Energi Terbarukan

        Perkembangan ekonomi Indonesia di era globalisasi saat ini menyebabkan peningkatan konsumsi energi di semua sector ekonomi. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara barel minyak) tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2%. Sedangkan cadangan energi nasional semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru. Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi. Kenaikan akan permintaan energi juga akan menyebabkan peningkatan emisi lingkungan. Diperkirakan terjadi peningkatan emisi CO2 dari 183,1 juta ton di tahun 2002 menjadi 584,9 juta ton di tahun 2020 yang berarti terjadi kenaikan 3,2 kali lipat (KNRT, 2006).

Untuk mengantisipasi hal tersebut  Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan blueprint pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE). KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998 terdiri dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi, intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kebijakan Energi Nasional tahun 2003 dengan kebijakan utama meliputi intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.
Kebijakan energi ini khususnya ditekankan pada usaha untuk menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber energi baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada tahun 2025 dan terwujudnya energi mix yang optimal meliputi penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (termasuk biomassa) menjadi lebih dari 5%. Walaupun kebijakan ini terlihat kurang revolusioner, tetapi paling tidak memberikan harapan baik bagi ketahanan energi nasional.
Salah satu energi terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah biomassa. Dalam Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Koservasi Energi (Energi Hijau) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang dimaksud energi biomasa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga. Biomassa dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain teknologi pirolisis, esterifikasi, teknologi fermentasi, anaerobik digester (biogas). Dan teknologi konversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik, antara lain teknologi pembakaran dan gasifikasi (DESDM, 2003).
Sebagai negara agraris, Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang besar. Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di pedesaan. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu dan gula.
Analisis proksimasi dan kandungan energi limbah cangkang kakao
KAKAO 2
Referensi
Syamsiro, M., Saptoadi, H., Tambunan, B.H., Pambudi, A.N., A Preliminary Study on Use of Cocoa Pod Husk as a Renewable Source of Energy in Indonesia, Energy for Sustainable Development 16, pp. 74-77, Elsevier, 2012.

No comments:

Post a Comment