Sunday, June 10, 2012

kajian pola konservasi

Pengusahaan sumberdaya lahan potensial yang kurang mengindahkan aspek lingkungan dan lebih mengutamakan hasil/keuntungan finansial sesaat yang disertai dengan kurangnya pengetahuan petani dalam menerapkan teknik konservasi yang baik memberi peluang yang besar berubahnya lahan potensial menjadi lahan-lahan kritis baru. Akibat kurangnya upaya rehabilitasi pada lahan kritis dan upaya konservasi pada lahan potensial kritis, jumlah lahan kritis tersebut tidak pernah menurun dan terus bertambah dari waktu ke waktu. Data tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis khsusunya di luar kawasan hutan telah mencapai + 18 juta hektar. Setelah 15 tahun, lahan kritis diluar kawasan hutan pada tahun 2007 telah mencapai + 26,78 juta hektar ( selama 15 thn bertambah 8,78 juta ha = 0,5 juta Ha / tahun).

Melihat fenomena di atas, maka dalam pemanfaatan sumberdaya lahan, dibutuhkan suatu kearifan dan menjaga keseimbangan lingkungan dengan menerapkan teknik konservasi yang tepat sehingga pemanfaatan sumberdaya lahan yang lestari dan berkelanjutan dapat tercapai dalam rangka menfungsikan lahan untuk memenuhi kebutuhan sekarang  maupun generasi mendatang. Artinya bahwa dalam pemanfaatan lahan  untuk pengembangan pertanian diperlukan perencanaan dan penanganan yang tepat dan  bertanggung jawab, agar lahan tersebut tidak terdegradasi dan tetap memberikan keuntungan ekonomi.  Abdurachman (2008) mengemukakan bahwa salah satu bagian penting dari budi daya pertanian yang sering terabaikan oleh para praktisi pertanian di Indonesia adalah konservasi tanah. Hal ini terjadi antara lain karena dampak degradasi tanah tidak selalu segera terlihat di lapangan, atau tidak secara drastis menurunkan hasil panen. Dampak erosi tanah dan pencemaran agrokimia, misalnya, tidak segera dapat dilihat seperti halnya dampak tanah longsor atau banjir bandang. Padahal tanpa tindakan konservasi tanah yang efektif, produktivitas lahan yang tinggi dan usaha pertanian sulit terjamin keberlanjutannya.
Praktek pertanian yang buruk ini tidak hanya ditemui di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Hal ini tercermin dari pernyataan Lord John Boyd Orr (1948), Dirjen FAO pertama, dalam Abdurachman (2008) sebagai berikut: “If the soil on which all agriculture and all human life depends is wasted away, then the battle to free mankind from want cannot be won”. Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya konservasi tanah untuk memenangkan perjuangan kemanusiaan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.

No comments:

Post a Comment